Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah:
Studi Kasus Sengketa Ekonomi Syariah
di Lembaga Keuangan Syariah Kota
Jambi
Illy
Yanti & Habriyanto
Fakultas
Syariah IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi
Pendahuluan
Praktik bisnis Syariah di Indonesia mulai berkembang dengan
perkembangan keinginan dan harapan umat Islam yang menjadi sebahagian besar
penduduk Indonesia. Keinginan tersebut berkembang seiring dengan berkembangnya
upaya pemahaman terhadap kegiatan-kegiatan ekonomi yang berdasarkan Syariah
Islam pada awal tahun 1990-an. Sejarah perbankan secara faktual telah mencatat
bahwa dalam kurun waktu antara tahun 1992 hingga mei 2004 telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Secara kuantitatif jumlah bank Syariah pada
tahun 1992 hanya satu bank umum Syariah, yaitu Bank Muamalat Indonesia dan
BPRS, tetapi saat ini ada beberapa bank umum Syariah dengan 114 kantor cabang
dan kantor cabang pembantu bank Syariah. Pada tahun 2006 jumlah bank Syariah
telah berkembang dua kali lipat dari jumlah dua tahun yang lalu. Tren perbankan
Syariah yang begitu cepat dengan memperoleh simpati luas dari umat muslim dan
juga dari non muslim. Perluasan kelembagaan perbankan Syariah telah merambah
kepada aspek-aspek ekonomi Syariah sebagai bentuk-bentuk produk perbankan
Syariah. Dan perbankan Syariah sebagai suatu lembaga dalam perbankan, menuntut
adanya kepastian hukum, penegakan hukum dan keadilan, serta antisipasi hukum
apabila terjadi konflik antara pihak nasabah dengan pihak bank. Undang-Undang
No. 3 Tahun 2006 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama yang diundangkan pada tanggal 20 Maret Tahun 2006 telah
member amanat kepada lembaga peradilan Agama sebagai salah satu lembaga
pelaksana kekuasaan kehakiman di Indonesia untuk menerima, memeriksa, mengadili
serta menyelesaikan perkara-perkara tertentu termasuk perkara perbankan dan
ekonomi Syariah yang terjadi di Indonesia.
Sebelum tahun 1992, telah didirikan beberapa badan usaha
pembiayaan nonbank yang telah menerapkan konsep bagi hasil (mudharabah) dalam
kegiatan operasionalnya. Hal ini menunjukkan kebutuhan warga masyarakat tentang
kehadiran institusi-institusi keuangan yang dapat memberikan jasa keuangan yang
sesuai dengan ajaran Islam bagi pemeluknya. Apalagi dengan hadirnya peraturan
perundangundangan yang terbaru yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah yang memberikan angin segar bagi perkembangan industri
perbankan Syariah di Indonesia. Artinya munculnya Undang-Undang ini memberikan
peluang bagi pertumbuhan industri perbankan Syariah yang sesuai dengan prinsip
hukum Islam.
Faktor-faktor
yang Dilakukan terhadap Pembiayaan Bermasalah
Dalam hal
ada pembiayaan bermasalah pada perbankan Syariah, maka ada beberapa faktor-yang
menyebabkan terjadi kemacetan dalam pembiayaan tersebut. Analisa sebab
kemacetan. Analisa sebab sebab kemacetan pembiayaan dapat dilakukan pada aspek
internal dan eksternal berikut :
A.
Aspek internal
1) Peminjam
kurang cakap dalam usaha tersebut
2) Manajemen
tidak baik atau kurang rapih
3) Laporan
keuangan tidak lengkap
4) Penggunaan
dana yang tidak sesuai dengan perencanaan
5) Perencanaan
yang kurang matang
6) Dana
yang diberikan tidak cukup menjalankan usaha tersebut.
B.
Aspek Eksternal
1) Aspek
Pasar kurang mendukung
2) Kemampuan
daya beli masyarakat kurang
3) Kebijakan
pemerintah
4) Pengaruh
lain di luar usaha
5) Kenakalan
peminjam
Perkara
Sengketa Ekonomi Islam Bank Syariah Mandiri Cabang Jambi
Pada tataran teoritis, agama memuat segala sesuatu yang
terbaik yang diperlukan manusia untuk mengolah tujuan-tujuan hidupnya. Agama
menyediakan cita-cita kebahagian dan, moralitas, etos kerja, manajemen keadilan
serta apa saja yang dibutuhkan manusia dalam pergaulan dengan sesamanya dan
seluruh unsur alam. Hanya saja, dalam tataran realitasnya, agama seringkali
diredusir oleh kepentingan subyektif manusia, dihinakan oleh kebodohan manusia,
dipersempit menjadi ritus dan simbol formalistic, dan bankan diubah wajahnya
menjadi faktor sejarah yang di anggap mereporkan. Bagi muslim, Islam adalah
jalan hidup yang mengatur seluruh aspek kehidupan, sejalan dengan perintah,
“Hai orang-orang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhan….. “
(Qs Al Baqarah 208).
Dengan
demikian, tidak seperti sekularisme, Islam tidak menghendaki adanya pemisahan
antara agama dan ekonomi ataupun aspek kehidupan yang lainnnya. Lingkup
“ekonomi syari’ah” sangat luas. Pada perbincangan tentang ekonomi syari’ah akan
terdapat di dalamnya permasalahan tanggung jawab sosial terhadap peningkatan
ekonomi umat melalui berfungsinya lembaga zakat, wakaf dan kegiatan-kegiatan
ekonomi syari’ah lainnya yang bertujuan untuk meningkatkan ekonomi umat.
Sementara itu “bisnis syari’ah” lebih ditujukan kepada kegiatan yang berkaitan
dengan perniagaan atau kegiatan niaga yang berkembang di masyarakat dengan
menggunakan prinsip syari’ah.
Semakin berkembangnya kegiatan ekonomi syari’ah terutama di
bidang keuangan dan perbankan syariah, akhir-akhir ini, mengajak kita terutama
para pakar, praktisi dan hakim Pengadilan Agama untuk mempersiapkan jika
terjadi persengkataan baik sesama muslim maupun antara muslim dengan non muslim
terkait dengan transaksi di bidang ekonomi dan keuangan syari’ah, seiring
dengan amandemen Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang
kewenangannya diperluas selain perkara perkawinan, waris, wasiat, hibah, waqaf,
zakat, infaqdan sadaqah, termasuk juga bidang ekonomi Syari’ah.
Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang amandemen atas
Undang-Undang Nomor 7tahun 1989 tentang Peradilan Agama, memperluas kewenangan
Pengadilan Agama sebagai salah satu badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman untuk menegakkan hukum dan keadilan bagi orang-orang yang beragama
Islam, yang sebelumnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989, hanya
berwenang menyelesaikan perkara perkawinan,waris, wasiat, hibah, waqaf, zakat,
infaq dan sadaqah. Berdasarkan UndangUndang Nomor 3tahun 2006 pasal 49, huruf
i, kewenangan Pengadilan Agama diperluas, termasuk bidang Ekonomi Syari’ah.
Dengan kewenangan dan peneguhan kewenangan Pengadilan Agama dimaksudkan
memberikan dasar hukum bagi Pengadilan Agama dalam menyelesaikan perkara
Ekonomi Syari’ah.
Sengketa dalam operasional perbankan syariah tentunya bisa
saja terjadi mengingat segala sesuatu kegiatan operasional perbankan syariah
terikat dengan segala peraturan dan akad yang harus di taati dan dipatuhi oleh
pihak yang melakukan kegiatan investasi dan transaksi keuangan. Tentunya jika
ada pelanggaran yang dilakukan oleh salah satu pihak yang mengikat perjanjian
dan akad akan diberikan sanksi berdasarkan peraturan yang berlaku. Akan tetapi
penyelesaikan dari sengeketa tersebut bisa saja diselesaikan dengan jalan
kekeluarga (atbitrase) atau melalui pengadilan hukum perdata. Berdasarkan
wawancara dengan pihak Bank Syariah Mandiri yang di wakili oleh Bapak Imam
Fanzuri menjelaskan bahwa kasus sengketa yang terjadi di bank syariah mandiri
berkaitan dengan wanprestasi dimana nasabah tidak mampu mengembalikan tagihan bank
syariah mandiri seperti kasus pada tahun 2008 beberapa KUD tidak bisa
mengembalikan tagihan akibat turunnya harga sawit dan karet. Sengketa tersebut
di selesaikan dengan jalan mediasi . Sedangkan jalur litigasi (peradilan) baru
tahap pengajuan somasi lewat pengadilan dan pengadilan mengeluarkan somasi
dengan memanggil pihak-pihak terkait. Jalur ini baru tahap proses belum putusan
pengadilan. Jadi secara umum sengketa di bank syariah mandiri cabang Jambi
hanya sebatas wanprestasi saja dan penyelesaian dilakukan dengan jalan mediasi.
Perkara
Sengketa Ekonomi Islam Pada Asuransi Takaful Cabang Jambi
Berdasarkan
wawancara dengan pihak Asuransi Takaful Cabang Jambi, yang di wakili oleh Ibu
Laila SH., menjelaskan bahwa kasus sengketa yang terjadi di Asuransi Takaful
berkaitan dengan klaim asuransi dimana nasabah tidak menjalankan isi akad yang
dibuat dalam polis, seperti yang terjadi pada anggota DPR Tanjung Jabung Timur,
yang menyalahi dalam mengcover premi yang telah dibayarkan, seperti dalam
asuransi kesehatan rawat inap mereka meminta pelayanan super VIP tetapi premi,
yang dibayar lebih kecil dari apa yang seharusnya mereka diterima. Kenyataan
dilapangan bahwa nasabah mengklaim asuransi takaful tidak memberikan fasilitas
yang seharusnya mereka terima. Dalam hal ini terkadang pihak nasabah yang tidak
memahami akad yang ada menyampaikan rasa tidak senang terhadap manfaat yang
diberikan oleh asuransi Takaful. Dan mereka mempertanyakan bahkan ada yang
sampai membawa kasus ini lewat pengadilan Negeri. Diantara kasus-kasus yang
terjadi dapat diselesaikan dengan cara negosiasi pada asuransi Takaful. Dan
tidak ada yang melewati sampai pada jalur arbitrase.
Penyelesaian
Menurut kelompok kami faktor faktor yang
menyebabkan terjadinya pembiayaan bermasalah ada pada aspek internal seperti
peminjaman yang kurang baik, atau manajemen tidak baik dan perencanaan yang
kurang matang. Sedangkan pada aspek eksternal aspek pasar kurang mendukung dan
termasuk adanya kebijakan pemerintah. Faktor - faktor ini dapat diatas,
umpamanya dengan penangguhan pembayaran, Rescheduling (Memperkecil angsuran
dengan memperpanjang waktu atau akad dan margin baru), atau dengan cara
reconditioning (Memperkecil margin keuntungan atau bagi hasil). Sehingga
Sengketa Ekonomi Islam di Bank Syariah Mandiri Cabang Jambi pada umumnya
terjadi pada kasus wanprestasi dimana nasabah tidak mampu memenuhi kewajiban
pada Bank Syariah Mandiri Cabang Jambi. Dan secara umum diselesaikan melalui
mediasi, yaitu metode penyelesaian sengketa melalui proses perundingan yang
dibantu oleh pihak ketiga yang tidak memiliki kepentingan sama sekali dengan
masalah tersebut untuk mengambil keputusan, maka tidak boleh ada paksaan untuk
menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi
berlangsung, sehingga segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak yang bersangkutan. Prosedur penyelesaian
sengketa ekonomi Islam pada Bank Syariah Mandiri Cabang Jambi dan Asuransi
Takaful Cabang Jambi dilakukan dengan jalur non litigasi terlebih dahulu, jika
jalur non litigasi tidak berhasil maka penyelesaian sengketa tersebut baru dilakukan
dengan jalur litigasi (peradilan).
Kelompok
1
Anggota Kelompok :
- Nurul
Husaidah (25216622)
- Riski
Septiani (26216489)
- Sheilla
Fakhriyah (26216989)
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar